online counter

Jumat, 14 Agustus 2009

Antara Ambisi dan Kondisi

Sesuai judul, saya menggunakan istilah ambisi. Ambisi dapat dimaknai sebagai motivasi, keinginan, cita-cita, harapan, sesuatu yang akan dicapai, atau sejenisnya. Pengertiannya dapat digambarkan dengan contoh secara lebih dekat semisal seseorang ingin naik jabatan, seorang siswa berharap jadi juara kelas, seorang pekerja ingin mencapai target tertentu. Bahkan keinginan seorang pemuda menaklukkan hati lawan jenisnya supaya mau menjadi pacar pun dapat dimasukkan dalam ketegori ambisi.

Baiklah, moga Anda setuju dengan pengertian ambisi yang telah disebutkan. Konon ambisi sangat diperlukan dalam mendinamisasikan kehidupan. Kita hidup harus ada ambisi. Harus ada cita-cita atau keinginan. Tanpa hal itu, geliat perjalanan kehidupan kita terasa kering. Karena, bila tidak punya harapan dan tujuan, kita cenderung pasif dan tidak melakukan sesuatu yang berarti. Keseharian yang terjadi kemudian adalah kegiatan-kegiatan yang berlangsung secara rutin.

Setiap orang sebaiknya punya ambisi. Bila dikaitkan dengan sifat manusia yang selalu tidak pernah puas, pentingnya memiliki ambisi ini menjadi klop. Orang selalu merasa tidak puas akan keadaan yang telah dicapai. Karena ingin perubahan, usaha kemudian dilakukan. Keinginan seperti itu adalah ambisi. Namun, kiranya yang patut diberi catatan adalah sejauh mana diri melakukan upaya-upaya konkret dalam memenuhi ambisi yang melingkupi diri kita. Ambisi saja tentu tidak cukup. Ambisi tanpa kondisi pendukung, sama dengan NATO dalam versi niatan ada tindakan ogah.

Oke, sekarang kita sudah masuk dalam istilah kondisi. Kondisi menyangkut segala sesuatu yang dapat mendukung pemenuhan ambisi yang ada di dalam pikiran kita. Seperti sudah disinggung, kondisi berhubungan dengan upaya konkret. Tanpa upaya atau tindakan konkret, wuaduh, itu mah namanya mimpi. Khayalan. Niatan ada, tindakan ogah.

Barangkali, semua orang juga tau bahwa dalam upaya memenuhi ambisi diperlukan upaya konkret. Syukur kalo sudah tau. Yang jadi masalah itu bagaimana caranya supaya kita tetap konsisten menjaga tindakan nyata dalam kerangka memenuhi ambisi tersebut. Tidak tertutup kemungkinan, sesuatu yang ingin dicapai itu ternyata butuh waktu lama dan pengorbanan yang tidak sedikit.

Bicara tentang ambisi, mestinya harus selalu dihubungkan dengan kondisi. Kondisi dimaksud bukan semata upaya-upaya konkret sebagai pendukung untuk tercapainya sesuatu yang  diinginkan. Kondisi juga berkaitan dengan keberadaan diri dan kemampuan kita untuk mencapainya. Artinya ambisi yang melingkupi diri mestinya proporsional dan masuk akal. Jangan sampai berlebihan.

Ada ungkapan berbunyi, "gantungkanlah cita-citamu setinggi bintang di langit". Jangan salah menafsirkannya. Ungkapan itu mendorong orang untuk mempunyai cita-cita atau harapan setinggi-tingginya. Memang demikianlah, semestinya semua orang mempunyai cita-cita setinggi-tingginya. Jangan mau yang "biasa-biasa". Kalo memang bisa dapat nilai sepuluh, mengapa harus dapat nilai enam. Kalo bisa punya mobil baru, kenapa harus pakai yang lama. Kalo bisa jadi atasan, untuk apa jadi bawahan. Tentu yang dipilih alternatif yang lebih baik dan jika bisa setinggi-tingginya. Namun hal yang tidak boleh dilupakan, seperti telah disinggung, setinggi-tingginya namun harus masuk akal. Harus proporsional.

Agar lebih gamblang dapat disebutkan contoh. Sebut saja, seorang anggota militer dari sumber masukan tamtama yang berambisi menjadi panglima dapat dikategorikan sebagai ambisi yang tidak masuk akal. Di era sekarang, jenjang karier anggota militer telah begitu jelas. Tidak mungkin seorang tamtama bisa menjadi panglima. Ambisinya baru dapat dikatakan masuk akal jika personel yang bersangkutan ingin meningkatkan jenjangnya menjadi bintara. Dan jika dikaitkan dengan ungkapan menggantungkan cita-cita setinggi langit, tamtama tadi mestinya berambisi menjadi perwira. Tentu, sebelum mengikuti sekolah perwira, personel tersebut harus sudah melalui jenjang bintara pula. Sesudahnya baru bisa mengikuti pendidikan sekolah perwira.

Saya kira kita setuju, ambisi harus tinggi tetapi juga harus masuk akal. Masuk akal yang perlu lebih ditekankan lagi adalah pada upaya yang dilakukan untuk mewujudkannya. Boleh jadi keinginan kita sederhana saja, tanpa upaya konkret untuk mewujudkannya mungkin dapat disebutkan juga sebagai ambisi yang tidak masuk akal. Jika kita kembali kepada contoh anggota militer tadi, tamtama tersebut masuk dalam golongan berambisi tidak masuk akal jika dirinya tidak melakukan upaya secara konkret. Upaya yang dimaksud meliputi bekerja sebagai anak buah yang baik, menjaga kesehatan, dan mengikuti jenjang-jenjang pendidikan yang disediakan dinas. Seperti diketahui, dalam pola karier militer, anggota tamtama dimungkinkan menjadi perwira namun dengan berbagai persyaratan secara ketat. Tidak otomatis. Semua sudah diatur dan terukur.

Sorry, contohnya berhubungan dengan karier militer. Namun saya kira contoh seperti itu sangat mudah memahaminya. Jika dihubungkan dengan diri sendiri, tentu kita lebih tau. Ambisi harus setinggi-tingginya namun harus masuk akal. Barangkali ambisi Anda adalah menjadi mahasiswa di Perguruan Tinggi favorit, ingin menjadi juara kelas, menjadi kepala biro, menjadi penulis cerpen, menjadi anggota legislatif, menjadi reporter televisi, atau apa saja. Silakan saja. Hanya saja pertanyaannya, sejauh mana kita melatari ambisi itu dengan faktor kondisi pendukung berupa keadaan diri sendiri dan upaya-upaya konkret. Tentu, dalam hal ini adalah dalam kerangka supaya ambisi kita betul betul setinggi langit dan juga masuk akal.

(Tatar Bonar Silitonga).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar