online counter

Minggu, 16 Agustus 2009

Dicari: Manusia Sempurna di Seputar Kita

Beruntunglah kita, umat manusia, karena kita merupakan makhluk paling mulia ciptaan Tuhan YME. Kita adalah makhluk paling sempurna di antara makhluk yang ada di jagad raya ini. Klaim seperti itu pada dasarnya dilatari oleh akal budi yang melekat dalam diri kita. Dengan akal budi itu kemudian kita menalar dan merespon segala sesuatu yang ada di dalam diri dan di seputar lingkungan kita. Kita belajar dari berbagai peristiwa di sekeliling kita. Kita berusaha mengatasi berbagai permasalahan yang ada. Kita terus mengupayakan perbaikan. Kita selalu menginginkan peningkatan. Dus, proses seperti itu selanjutnya menghasilkan sistem hidup dengan pola perkembangan yang selalu dinamis. Itulah kesempurnaan kita. Jangan lupa, kesempurnaan itu didasarkan perbandingan dengan makhluk lainnya.


Kini, makhluk lainnya kita tinggalkan dulu. Kita bicara tentang diri kita secara lepas. Lepas sama sekali sih nggak. Segi yang mau disinggung di sini adalah keberadaan kita dibandingkan dengan sesama, antara seseorang dengan orang lainnya. Pembicaraan tentang diri kita, dalam hal ini, masih dikaitkan dengan label "kesempurnaan" itu. Bagaimanakah kita di antara sesama, seperti apakah kesempurnaan kita? Apakah kita manusia sempurna bila dibanding dengan sesama kita. Lalu, seperti apakah manusia sempurna itu? Namun supaya tidak terlalu kaku, manusia sempurna boleh juga digantikan dengan istilah lain seperti manusia ideal, orang baik-baik, atau manusia seutuhnya juga tidak masalah.


Bicara tentang manusia sempurna, mudah-mudahan pengertian kita tidak mengambang ya. Tetap harus diselaraskan dengan nama blog ini, yaitu berkaitan dengan jatidiri. Kesempurnaan yang dimaksud tentu bukan dari segi kelengkapan fisik. Pembahasannya lebih kepada pola pikir, sikap, dan perilaku diri kita sehari-hari. Gambaran manusia sempurna itu seperti apa? Mari kita cari. Kita coba saja menginventarisasinya: tidak mudah tersinggung, pemaaf, selalu berpikir positif, pintar, senantiasa mengikuti perintah agama, penolong, bertanggung jawab, rendah hati, sopan, dan ... jika diurut akan terdapat begitu banyak kriteria. Saya cukupkan sampai di situ. Silakan diteruskan. Saya yakin sekali, kita dapat menyebutkan kriteria-kriteria manusia sempurna atau manusia baik-baik dari sudut pandang pola pikir, sikap, dan perilaku.


Pada tulisan ringkas ini, manusia sempurna yang ingin saya beri catatan adalah pada orang-orang di seputar kita. Kita lakukan pencarian tentang siapa sajakah yang tergolong sebagai manusia sempurna. Tentu kita punya orang-orang di seputar kita, baik itu teman biasa, sahabat karib, kekasih, saudara, atasan, bawahan, sesorang yang baru dikenal, seseorang yang tidak sengaja bertemu, dan pokoknya siapa aja deh.


Sekarang coba di renungkan tentang orang-orang yang ada di seputar kita. Seberapa banyakkah mereka yang sempurna. Atau mungkin pertanyaannya sedikit diubah, seberapa banyak kriteria manusia ideal yang dapat dipenuhi orang-orang di sekeliling kita. Maaf, untuk sementara ini kita tidak bicara tentang diri sendiri. Nanti akan ada saatnya, pada judul yang lain. Kembali saya sebutkan, di sini saya mengajak kita untuk mengingat-ingat teman, saudara, kenalan, kekasih, atau siapa saja yang ada di seputar diri kita.


Dalam kesehariannya, kita seringkali menggambarkan orang-orang di sekeliling kita mengikuti "konsep" yang ada di dalam pikiran. Kita berharap mereka menjadi manusia sempurna, orang-orang yang sesuai dengan keinginan kita. Kita ingin supaya si "A" mestinya begini, si "B" seharusnya tidak begitu, si "C" kurang perhatian, si "D" terlalu banyak omong, si "E" selalu datang terlambat, si "F" nggak keharap, si "G" bilangnya aja ya tapi hasilnya nol, si "H" bawaannya pembohong .... Yah, jika diteruskan mungkin akan selalu ada sosok di seputar kita yang masuk dalam kriteria manusia kurang sempurna alias tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.


Menyadari keadaan seperti itu, boleh jadi kita merasa mangkel, geregetan, geram, sedih, marah, mau berontak, dan segudang perasaan kecewa lainnya. Saya kira manusiawi timbul rasa kecewa. Siapa yang tidak sedih dibohongi. Siapa yang tidak marah terhadap orang yang tidak bertanggung jawab. Siapa yang tidak mangkel dicueki. Siapa yang tidak berontak ditegur di depan umum. Adakah di antara pengalaman miris yang disebutkan tadi pernah melanda diri kita?


Menurut saya, kesempurnaan manusia itu sebenarnya hanya ada di dalam pikiran kita. Kesempurnaan itu dalam bentuk gambaran yang kita inginkan. Seperti telah disinggung di atas, kita bisa mengurutkan kriteria-kriteria manusia sempurna. Nah, dikaitkan dengan orang-orang di seputar kita, mereka kemudian kita konsepkan sejalan dengan pikiran sendiri. Di situlah persoalannya.


Jika kita terlalu berharap orang lain bisa seperti yang ada di dalam pikiran kita, mungkin kita akan mengalami kekecewaan. Asal tau aja, diri sendiri aja kadangkala bisa berontak terhadap kegiatan yang dilakukan sendiri, konon pula orang lain. Maka, jangan terlalu terlalu berharap banyak. Berharap sih boleh aja, tapi sebaiknya jangan pake istilah terlalu. Dalam rangka apa? Menurut saya, dalam rangka untuk dapat menjalani hidup ini dengan nyaman.

Lalu sekarang bagaimana? Tidak perlu mencari orang sempurna. Jangan mengonsepkan orang lain ada di dalam diri kita dengan segudang kriteria kesempurnaan. Jika ingin membuat konsep, sebaiknya diri sendiri ajalah. Barangkali, kita bisa berharap lebih banyak bila konsep itu mengenai diri sendiri. Jika ternyata diri sendiri pun tidak bisa memenuhi konsep pikiran sendiri? Bah, apa bedanya diri sendiri dengan orang-orang di seputar kita? Kalo begitu, jangan mencari manusia sempurna, dong!

(Tatar Bonar Silitonga)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar