online counter

Kamis, 14 Januari 2010

Peran TNI dan Komponen Lainnya dalam Bela Negara Guna Mengawal Keutuhan NKRI

Pendahuluan


Negara mempunyai sifat-sifat khusus yang merupakan manifestasi dari kedaulatan yang dimilikinya dan yang hanya terdapat pada negara saja serta tidak terdapat pada asosiasi atau organisasi lainnya (Budiardjo, 2002: 40). Dalam alam kehidupan modern sekarang ini, setiap orang menjadi warga dari suatu negara. Tidak ada seorang pun yang dapat terlepas dari rangka negara dan kondisi seperti itu menuntut diri orang tersebut memiliki loyalitas terhadap negaranya.

Demikian pula dengan warga negara Indonesia, semua terikat dalam komunitas dan organisasi bernama NKRI. Sebagai bagian dari komunitas asosiasi negara, warga negara dituntut memiliki loyalitas terhadap negaranya (baca: NKRI). Djiwandono dalam Widiastono (2004: 26) menyebutkan, kewarganegaraan merupakan wujud loyalitas akhir dari setiap manusia modern. Bentuk loyalitas seperti itu memperlihatkan hubungan yang saling melengkapi antara negara dan warganya. Negara sebagai asosiasi bersama merupakan instrumen yang eksistensinya sangat bergantung pada peran warga negara, sementara itu warga negara membutuhkan negara sebagai tempat menjalankan proses sosialnya.

Secara lebih jauh, hubungan negara dan warga negara terjelma secara lebih jelas dalam koridor adanya hak dan kewajiban. NKRI, seperti juga negara-negara lainnya di jagad raya ini, memiliki kewajiban terhadap warga negaranya. Kewajiban negara terhadap warga negara adalah memberikan kesejahteraan hidup maupun keamanan lahir batin. Negara harus dapat menjamin hak-hak mendasar dan harkat martabat yang dimiliki warga negara sebagai manusia. Secara legal formal, kewajiban negara terhadap warga negara Indonesia tercantum dalam pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 meliputi mewujudkan cita-cita dan tujuan negara.

Sebaliknya negara juga berhak atas konsesi tertentu dari warganya dalam wujud loyalitas terhadap negara. Telah diatur di dalam UUD 1945, adanya hak serta kewajiban warga negara dalam sistem ketatanegaraan. Dari perspektif tertentu, hak dan kewajiban warga negara yang diterakan dalam UUD 1945 tersebut dapat pula dilihat sebagai kewajiban yang harus dipenuhi negara terhadap warganya. Namun, sementara ini segi yang perlu ditekankan adalah dari aspek hak dan kewajiban warga negara. Adapun pasal-pasal yang berkaitan dengan warga negara tercantum pada Bab X meliputi Pasal 26, 27,28, dan, 30. Hak dan kewajiban yang tercantum di dalam pasal-pasal konstitusi negara tersebut selanjutnya dilengkapi pula dengan penjabaran secara lebih terperinci dan operasional di dalam undang-undang terkait.

Dalam konteks bela negara, warga negara Indonesia terikat dengan Pasal 30 UUD 1945. Dalam Pasal Pasal 30 (ayat 1) hasil amandemen disebutkan, ”Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha-usaha pertahanan negara.” Mengacu ayat 1 Pasal ini, semua warga negara Indonesia tanpa kecuali berhak dan wajib dalam usaha pembelaan terhadap negara. Semua komponen bangsa harus merasa terpanggil untuk memiliki loyalitas terhadap negaranya.

Pada ayat berikutnya (ayat 2) disebutkan, usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Polri sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Ayat ini merupakan lanjutan, lebih memperinci pelaksanaan bela negara melalui pelaksanaan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Bila diteruskan, pada ayat 5 antara lain disebutkan bahwa susunan dan kedudukan TNI-Polri, hubungan TNI-Polri di dalam menjalankan tugasnya, dan syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan negara diatur dengan undang-undang. Pengaturan seperti tercantum pada ayat 5 Pasal tersebut dimaksudkan lebih memperjelas mekanisme upaya bela negara yang dilakukan warga negara termasuk unsur-unsur yang ada di dalamnya.


Urgensi Bela Negara


Menurut KBBI (2007: 123), kata bela berarti ’memihak untuk melindungi dan mempertahankan.’ Dengan demikian, bela negara berarti ’memihak untuk melindungi dan mempertahankan negara.’ Lalu dengan pengertian lebih formal, pembelaan terhadap negara (bela negara) pada dasarnya merupakan tekad, sikap, dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup bermasya-rakat, berbangsa, dan bernegara. Bagi warga negara Indonesia, usaha bela negara dilandasi oleh kecintaan terhadap tanah air (wilayah Nusantara) dengan kesadaran bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia dengan keyakinan pada Pancasila sebagai dasar negara serta UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap warga negara untuk rela berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan, keutuhan wilayah nusantara, serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

Sebenarnya apakah yang melatar belakangi pentingnya loyalitas warga terhadap negara. Mengapa diperlukan kesadaran warga negara melakukan pembelaan terhadap negara? Jawabnya jelas yaitu untuk melindungi dan mempertahankan negara NKRI. NKRI tidak boleh bubar. Bendera Merah Putih harus tetap berkibar. Kita ketahui, fakta sejarah memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga keutuhan negara. Untuk sekedar menyebutkan contoh, pada awal tahun 90-an, negara adidaya Uni Soviet runtuh dan terpecah menjadi belasan negara baru.

Kasus bubarnya negara Uni Soviet ini menyempurnakan tesis Frederich Ratzel pada abad ke-19 tentang penganalogian pertumbuhan negara dengan pertumbuhan organisme. Ratzel menyebutkan, dalam hal-hal tertentu pertumbuhan negara dapat dianalogikan dengan pertumbuhan organisme yang memerlukan ruang lingkup, melalui proses lahir, tumbuh, berkembang, mempertahankan hidup, menyusut, dan mati (Sumarsono dkk., 2002: 59).

Mengutip postulat Ratzel dengan konsep lebensraum-nya, negara Uni Soviet lahir, tumbuh berkembang, dan sampai sekitar hampir 70 tahun usianya kemudian mati. Jika negara sekaliber adidaya seperti Uni Soviet saja bisa bubar meski dengan keheningan (baca: bukan atas invasi atau konflik bersenjata dengan negara lain), bagaimana pula dengan negara lainnya. Jangan-jangan hanya menunggu giliran.

Selain itu, kasus negara Kuwait juga patut diberi catatan. Negeri yang kaya sumber energi itu sempat dicaplok Irak, negara jirannya. Lalu Irak sendiri yang kemudian melepaskan Kuwait setelah mendapat tekanan dari kekuatan multinasional, dalam drama berikutnya malah gantian dikuasai Amerika. Sampai berita terkini, Kuwait dan Irak masih berdiri sebagai negara. Namun hampir mustahil kedua negara itu dapat sepenuhnya melepaskan diri dari bayang-bayang Amerika yang telah mengembalikan eksistensi keduanya sebagai negara.

Fakta sejarah bubarnya negara dan pencaplokan oleh negara lain merupakan alasan terkuat pentingnya upaya mempertahankan eksistensi negara. Namun fakta sekelumit sejarah itu bukan satu-satunya alasan. Dinamika perikehidupan dan perjalanan negara juga menjadi realitas tersendiri. Negara-negara di muka bumi ini masing-masing mempunyai catatan tersendiri. Tidak terkecuali NKRI. Sejak menegara melalui Proklamasi Kemerdekaan pada tahun 1945, negeri ini mengalami berbagai ujian yang patut pula dijadikan pelajaran untuk semakin memahami pentingnya melakukan pembelaan terhadap negara.

Di awal kemerdekaan, kita dihadapkan dengan berbagai pemberontakan yang bertujuan merongrong negara. Dari catatan sejarah perjuangan bangsa, diketahui adanya gerakan separatis seperti PRRI/Permesta dan RMS. Dalam perkembangannya sampai di era sekarang, masih patut diwaspadai adanya pihak-pihak yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Selain itu ada pula pihak-pihak yang ingin mengganti Pancasila dengan paham ideologi lain seperti DI/TII dan PKI. Meskipun sebagian sejarah ada yang menyebutkan perongrongan seperti itu melibatkan campur tangan pihak luar, gangguan seperti itu lebih merupakan kejadian yang bersumber dari dalam sendiri.
Dalam kenyataannya, gangguan yang bersumber dari luar dan melibatkan negara luar juga ada. Sebut saja, masalah perbatasan dengan negara jiran sampai sekarang masih belum tuntas. Sebagai contoh, kita masih berurusan dengan negara Malaysia dalam kasus blok Ambalat. Dalam keterangan terakhir Panglima TNI di depan peserta seminar nasional ”Mengawal NKRI di Perbatasan”, terdapat dua belas pulau terluar kita yang potensial diganggu gugat negara lain karena belum tuntasnya perundingan penetapan batas wilayah tiap negara (Kompas, 13 Januari 2010: 5). Hal seperti itu tentu mengetuk kesadaran kolektif kita tentang pentingnya mempertahankan tiap jengkal wilayah teritorial kita. Kita tidak ingin terulang lagi kasus lepasnya pulau yang kita pahami sebagai bagian dari wilayah nusantara, seperti yang terjadi pada Pulau Sipadan dan Ligitan.


Peran TNI dalam Bela Negara


Dalam kehidupan ketatanegaraan kita, peran TNI dalam bela negara telah jelas yaitu sebagai alat pertahanan negara di bidang pertahanan. Dalam peran sebagai alat pertahanan negara tersebut, TNI menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Kebijakan politik negara yang dimaksud adalah kebijakan dan keputusan politik pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat yang dirumuskan melalui mekanisme hubungan kerja antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam hal ini, TNI mengikuti politik negara yang mengutamakan prinsip demokrasi, supremasi sipil, HAM, ketentuan hukum nasional, dan juga hukum internasional yang sudah diratifikasi.

Mengacu UU RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, hakikat pertahanan negara itu sendiri adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri (Pasal 4). Hal ini memberikan pemahaman bahwa dalam upaya pertahanan negara akan melibatkan seluruh komponen bangsa. Selain itu, harus disadari kondisi pertahanan negara adalah suatu hasil yang didasarkan pada upaya dan kekuatan sendiri. Kita tidak boleh mengandalkan ketahanan nasional kita dengan bersandar pada negara lain. Katakanlah, kita memang membina hubungan bilateral, regional, dan bahkan internasional dengan negara-negara lain, tetapi hal itu tidak berarti kita menjaminkan keamanan negara kepada negara lain.

Selanjutnya, pada Pasal 6 disebutkan bahwa (ayat 1) Pertahanan negara diselenggarakan oleh pemerintah dan dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan negara, (ayat 2) Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan TNI sebagai komponen utama dengan didukung komponen cadangan dan komponen pendukung, dan (ayat 3) Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman nonmiliter menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa. Dari muatan pasal tersebut, sudah jelas bahwa TNI berperan sebagai komponen utama dalam menghadapi ancaman militer dan dalam kegiatan itu TNI didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung.

Dalam peran sebagai alat pertahanan negara, UU No. 34 Tahun 2003 mengamanatkan adanya fungsi dan tugas TNI. Fungsi TNI meliputi penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negaeri, penindak terhadap setiap bentuk ancaman, dan pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan. Kemudian, tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Tugas pokok TNI tersebut selanjutnya dilakukan dengan operasi militer untuk perang (OMP) dan operasi militer selain perang (OMSP).

Sesuai amanat UU, TNI harus dapat mengakutalisasikan peran, fungsi, dan tugasnya itu. Bela negara bagi TNI adalah adalah panggilan tugas dan hukumnya wajib yang secara legal formal tertuang dalam ketentuan yang diatur oleh negara melalui undang-undang. Dalam kerangka itu, TNI selalu berupaya mewujudkan kesiapannya dalam menjaga berbagai kemungkinan yang terjadi, termasuk kemungkinan untuk berperang. Bukankah ada adagium yang menyebutkan, bila ingin damai bersiaplah untuk perang. Untuk itu, dapat dipahami TNI kita pada saat damai sekarang ini selalu melaksanakan latihan. Berbagai perangkat pendukung disiapkan dan dibina meliputi organisasi, SDM, sarana dan prasarana, persen-jataan, dan juga alutsista.

Dalam era reformasi sekarang ini, TNI menjalankan peran secara penuh sebagai alat pertahanan negara. Dalam kaitan itu, kita ingin TNI ideal dengan kemampuan dan kekuatan yang ideal pula. Hanya saja, tidak dapat dipungkiri dalam membangun kekuatan dan kemampuan yang diidealkan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dihadapkan dengan dinamika keterbatasan ekonomi negara terutama dalam memperlengkapi alutsistanya, bayangan sebagai kekuatan yang besar, modern, dan profesional masih perlu proses.

Mencermati fenomena berbagai keterbatasan yang ada, TNI harus tetap berkonsentrasi pada amanat menjalankan bela negara. Dalam kondisi seperti itu, TNI mengoptimalkan sumber daya yang ada demi pelaksanaan tugas sebagai alat pertahanan negara. Betapapun, keutuhan NKRI adalah harga mati bagi TNI. Artinya TNI menyadari tanggung jawab besar pelaksanaan tugasnya dalam menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Dalam pelaksanaan tugasnya, TNI tentu tidak semata terpusat pada masalah pembinaan kesiapan operasional kekuatan dan kemampuan alutsista. TNI menyadari kompleksitas masalah yang dihadapi bangsanya dan dalam rangka mengatasinya semua komponen bangsa harus terlibat di dalamnya. Semua komponen bangsa harus secara bersama-sama melakukan upaya dalam konteks melakukan kegiatan bela negara. Menyadari pentingnya kebersamaan, TNI melalui para personelnya melakukan pendekatan sosial secara proporsional. Hal ini sejalan dengan konsep reformasi internal yang dilaksanakan TNI khususnya di bidang reformasi kultur.

Dalam kaitan itu, setiap prajurit mestinya menyadari perannya itu untuk dapat menampilkan profil yang dapat mencerminkan jatidiri sebagai prajurit sejati yakni sebagai Tentara Rakyat, Tentara Pejuang, Tentara Nasional, dan Tentara Profesional. Dalam implementasinya, peran yang dilakukan prajurit tercermin dari tutur kata, sikap, dan perilakunya sehari-hari. Secara jelas prajurit bagian dari masyarakat juga yang kehidupannya tidak lepas dari masyarakat. Prajurit semestinya dapat menempatkan diri secara bijak dan dapat diteladani oleh anggota masyarakat lainnya


Bela Negara Milik Kita Semua


Bela negara tentu saja bukan monopoli TNI dan jajarannya. TNI adalah institusi negara dengan peran sebagai alat pertahanan negara dengan fungsi dan tugas seperti diatur di dalam undang-undang. Pada dasarnya, semua komponen bangsa memiliki kewajiban dalam melakukan pembelaan terhadap negara. Diamanatkan oleh UUD 1945 bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha-usaha pertahanan negara. Selanjutnya dikuatkan di dalam UU bahwa pertahanan negara bersifat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara.

Di dalam UU juga dijelaskan, bahwa dalam penyelenggaraan pertahanan negara dipahami adanya ancaman militer dan ancaman nonmiliter. TNI dan komponen lain memiliki peran yang telah ditentukan. Dalam menghadapi ancaman militer, TNI berkedudukan sebagai komponen utama didukung komponen cadangan dan komponen pendukung. Lalu dalam menghadapi ancaman nonmiliter, menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa. Hal ini menegaskan semua komponen bangsa punya andil untuk terlibat dalam usaha pertahanan negara. Ringkasnya, semua warga negara harus berperan dalam bela negara.

Dalam pemaknaan umum, kata bela (lengkapnya membela) biasanya digunakan untuk melindungi seseorang yang terdesak atau mengalami masalah. Sebut saja di lingkungan pengadilan, pembela diperlukan mendampingi terdakwa agar terhindar dari hukuman berat. Bila perlu terdakwa dengan pertolongan pembela akan terbebas sama sekali dari jerat hukum yang akan dijatuhkan. Dalam kaitan kegiatan bela negara, dapat diasumsikan negara mengalami masalah sehingga butuh pembelaan dari warganya.

Dalam uraian sebelumnya telah dijelaskan urgensi bela negara. Secara lebih kontekstual, ada berbagai issu yang patut mendapatkan perhatian kita meli-puti ancaman terorisme, korupsi, konflik sosial berbau SARA, gerakan separatis, kesenjangan sosial, kemiskinan, illegal logging, bencana alam, dan sebagainya. Hal-hal seperti itu menjadi masalah negara yang dapat dipandang akan menurunkan kondisi ketahanan nasional kita. Di sinilah dibutuhkan peran semua komponen bangsa melakukan bela negara. 

Masing-masing pihak semestinya dapat berkontribusi sesuai kapasitas yang ada pada dirinya. Tanpa kemauan dan kesadaran seluruh warga negara, kondisi negara akan terus bermasalah. Ibarat dalam kasus pengadilan, negara tetap akan menjadi terdakwa dengan ancaman hukuman terberat yaitu keutuhan negara tidak bisa dipertahankan lagi.

Dalam konteks bela negara secara umum telah diatur di dalam UU tentang Pertahanan Negara. Disebutkan, keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai prajurit TNI secara sukarela atau wajib, dan pengabdian sesuai profesi. Khususnya pengabdian sesuai profesi disebutkan didalam penjelasan atas UU RI Nomor 3 Tahun 2003, yaitu pengabdian warga negara yang mempunyai profesi tertentu untuk kepentingan pertahanan negara termasuk dalam menanggulangi dan/atau memperkecil akibat yang ditimbulkan oleh perang, bencana alam, atau bencana lainnya.
 
Guna kepentingan kegiatan bela negara secara luas, pengabdian sesuai profesi kiranya dapat dimaknai sebagai pengabdian diri warga negara sesuai kapasitas yang ada pada diri masing-masing. Katakanlah seseorang dalam status sebagai pelajar ternyata dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab melaksanakan kegiatan belajar dengan baik sudah dikatakan melaksanakan usaha bela negara. Demikian pula seseorang yang bekerja secara jujur dan tidak melakukan korupsi pada dasarnya telah melakukan perbuatan bela negara.

Pada dasarnya konstitusi negara dan Undang-undang di negeri ini telah mengatur hak dan kewajiban warga negara dalam usaha bela negara. Usaha bela negara tersebut adalah sebagai wujud loyalitas warga terhadap negara. Pada uraian awal telah disebutkan bahwa bentuk loyalitas seperti itu memperlihatkan hubungan yang saling melengkapi antara negara dan warganya. Negara dapat tetap eksis dan semakin berkembang ditentukan kondisi serta peran warga negara. Dalam hal ini tidak diabaikan unsur pendukung lainnya seperti SDA dan kondisi geografis yang dimiliki, namun untuk konteks bela negara lebih tepat fokusnya pada keberadaan negara sebagai asosiasi dihubungkan dengan peran warga negara dalam seluruh peri kehidupan yang dijalankan.


Penutup


Peran mengawal keutuhan NKRI adalah menjadi kewajiban seluruh komponen bangsa (warga negara). Semua warga negara harus mempunyai kepedulian terhadap eksistensi negara. Penting diingat, bela negara adalah wujud loyalitas warga negara yang harus didasari dengan kesadaran semua pihak untuk tetap utuhnya NKRI dalam bingkai Pancasila dan UUD 1945. Dalam konteks seperti itu, warga negara dapat mengedepankan mekanisme usaha bela negara seperti diatur dalam konstitusi negara maupun perundang-undangan yang berlaku.
Berbicara kesadaran bela negara dalam wujud loyalitas warga negara terhadap negara, agaknya tidak sesederhana menuangkannya dalam peraturan berwujud undang-undang. Habib (1997: 552) menyebutkan, loyalitas rakyat atau sebagian rakyat kepada negara atau pemerintahnya tidaklah merupakan sesuatu yang berlaku secara otomatis (taken for granted), terutama dalam negara-negara dengan tingkat heterogenitas etnik, budaya, dan agama yang tinggi. Apalagi bila kondisi itu masih lagi disertai dengan adanya kesenjangan sosial ekonomi dan politik, akan semakin mempersulit munculnya kesadaran loyalitas kepada negara.
 
Pada era sekarang ini, negara yang dapat direpresentasikan dengan pemerintahan yang ada, tengah melakukan kegiatan pembangunan dengan giat di segala bidang meliputi pembangunan fisik maupun nonfisik. Berbagai kemajuan telah dicapai. Namun, harus diakui tingkat kemajuan yang dicapai mungkin belum dapat memuaskan semua pihak. Selain itu, komponen bangsa ini dilatarbelakangi dengan kondisi unsur SARA yang sangat beragam. Sesanti Bhinneka Tunggal Ika sudah final dan sudah lama didengungkan, namun implementasinya masih penuh perjuangan. Masyarakat mudah tersulut oleh hal-hal kecil dan dapat menyebabkan terjadinya konflik horisontal berlabelkan SARA seperti terjadi dalam kasus Ambon. Hal seperti itu menjadi tantangan tersendiri dalam upaya menimbulkan kesadaran bela negara dari semua warga negara Indonesia guna mengawal keutuhan NKRI. 
(Tatar Bonar Silitonga).